Biografi Pengusaha Tirto Utomo

Dulu pengusaha Tirto Utomo dianggap gila. Sekarang, dalam sejarah Aqua, menjadi yang pertama dalam bisnis air minum dalam kemasan ( AMDK). Kalau orang mau membeli minuman kemasan, maka nama pertama kali muncul adalah Aqua, apapun mereknya orang bahkan menyebut nama Aqua.
Tirto merupakan warga Wonosobo, pernah menjadi pegawai di perusahaan plat merah. Dia dulu bekerja di Pertamina. Awal tahun 1970 -an, Tirto diberikan tugas menyuguh tamu delegasi dari perusahaan besar asal Amerika Serikat.
Delegasi perusahaan asing yang membawa lengkap istrinya. Mereka dijamu makanan, juga minuman termasuk minum air putih rebusan. Ternyata istri delegasi malah menderita diare setelah kunjungan karena bakteri. Usut- punya usut orang asing tidak terbiasan minum air rebusan.
Air Minum Kemasan
Mereka sudah terbiasa minum air sterilisasi. Jamannya memang minuman steril belum diadaptasi di Indonesia. Ia kemudian menemukan ide bisnis AMDK. Dia lantas mengajak saudara- saudaranya bergabung. Tirto memulai langkah lewat mengirim saudaranya sampai Thailand.
Di Thailand, terdapat perusahaan minuman kemasan yang berdiri sejak 16 tahun. Adiknya, Slamet Utomo diminta bekerja di Polaris. Bisa dibilang Aqua “meniru” produk asing bernama Polaris asal Thailand tersebut.
Dari kemasan bening, kemasan berbahan kaca, sampai desain warna menyerupai. Tidak cuma segi desain tetapi pengolahan air, sterilisasi air, kesemuanya “meniru” Polaris. Tujuan adiknya masuk ialah mempalajari semua proses produksi sampai pengemasan.
Dari sebuah ruang tamu sederhana yang memiliki tiga lemari kayu. Di sana terdapat berbagai macam produk awal Aqua. Terdapat meja bundar kecil untuk rapat, dan meja kerja sederhana, yang merupakan tempat pengusaha Tirto Utomo memimpin lahirnya Aqua pada 1973.
“Meja ini merupakan meja yang digunakan pendiri,” terang Willy Sidharta, Direktur Utama PT. Aqua Golden Missisippi Tbk.
Tirto menemukan cara kerja pembuatan air minum kemasan. Selepasnya dia membangun pabrik di kawasan Pondok Ungu, Bekasi, dan menamainya Golden Missisippi. Pabrik sebesar enam juta liter per- tahun. Target pasarnya ialah dia menjual ke ekspatriat alias orang asing yang disini.
Bagi orang Indonesia namanya Golden Missisippi terdengar asing. Konsultan bisnisnya, Eulindra Lim, yang manamai nama Aqua buat produk minuman ini. Namanya dianggap sesuai atas image minuman tengah dibangun. Nama enak dilafal dibanding nama sebelumnya Puriritas milik Tirto.
Mengapa pengusaha Tirto Utomo dianggap gila. Lantaran sejarahnya Aqua pertama kali dijual seharga Rp.75. Dan harganya dua kali lipat harga bensi dijaman tersebut Rp.25. Gila masyarakat disuruh buat membeli air putih botolan ukuran 950 ml segitu, dibandingkan 1000 ml bensin.
Air minum kemasan dimasa Tirto belum ada. Hingga ia meyakini minumannya akan mudah laku. Dia nekat keluar dari pekerjaanya di Pertamina, pada 1982. Di tahun sama, Tirto merubah sumber airnya dari mata air bor ke air pegunungan yang mengalir sendiri (self- flowing spring).
Tirto menyadari bahwa air pegunungan mengandung nutrisi seperti kalsium, magensiun, potasium, zat besi, dan sodhium. Dia dibantu orang hebat bernama Willy Sidharta, teknisi yang menciptakan mesin pabrik pertama Aqua, sembari memperbaiki sistem distribusi.
Tirto nekat membangun bisnis air minum kemasan. Idenya dianggap gila menjual air putih lebih mahal dari bensin. Pada Oktober 1977, dia mengumpulkan seluruh pegawai Golden Missisippi, sejak pertama kali jualan air di 1 Oktober 1974, usahanya tidak kunjung untung.
Dia mengajak mereka ke Restoran Oasis miliknya, di kawasan Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat. Saat itu karyawan pertamanya, Willy Sidharta, menceritakan bagaimana keputusan sulit buat melanjutkan usaha. Willy mengatakan bahwa Tirto sudah banyak “menalangi” usaha ini.
“Sekitar Rp.5- 6 juta tiap bulan,” Willy menyebut angka Tirto keluarga. Uang tersebut digunakan buat produksi sampai gaji. Sembari Tirto menjelaskan keadaan keuangan Aqua. Ia juga mengajak karyawan lebih giat menjual Aqua.
Bagi Willy pabrik Aqua sudah menjadi rumah sendiri. Dia memboyong anak- istri buat tinggal di sekitaran pabrik Aqua. Willy juga bekerja siang- malam ingin berjuang. Bahkan disaat itu, mesin- mesin Aqua menganggur, sudah banyak air diproduksi namun belum menghasilkan penjualan.
Maka Willy turun ikut membantu Tirto berjualan air. Menyitiri sendiri mobil Mitsubishi milik Aqua, ia dan Tirto Utomo menawarkan air dari kampung ke kampung. Semula Willy tak percaya kalau orang Jakarta tak mau membeli.
Bahkan buat membuktikan dia memberikan gratis. “Kami berikan contoh gratis untuk orang mencoba pun orang- orang tetap tak mau,” terangnya kepada Detik.com.
Menurut Salim, pegawai produksi yang sekarang Supervisor water treatment, merasakan betul tak ada orang membeli Aqua. Pembeli adalah orang asing, bahkan masyarakat kelas menengah juga tak mau membeli air putih dikemas ini.
Salim yang bekerja di produksi sampai merangkap penjualan. Tak ada warga Jakarta terbiasa dan mau membeli “air putih”. “Waktu itu kan air dari sumur masih bagus,” terang Salim. Ia yang mebawa 75 krat cuma laku 5 krat seharian.
Pembeli masih dilingkungan orang asing dan orang kaya Jakarta. “Orang- orang belum percaya pada Aqua,” kenang Salim. Walau pegawai Aqua gagal, mereka tidak mampu memenuhi keinginan sang pendiri; mereka belum menyerah.
Tirto memang bukan tipikal pengusaha. Dia turun sendiri menjual Aqua. Maka ketika gagal, ia lebih memilih mendiskusikan kembali mau bagaimana. Tirto kemudian mematik cerutunya. Asapnya lalu mengepul memenuhi ruangan mereka berdiskusi.
Prinsipnya adalah kalau jualan terlalu murah malah curiga. Pembeli malah mencurigai kualitas isi air kemasan. Kalau dibanding produk sejenis diluar negeri harganya jauh lebih mahal. Air botolan 950 ml dijual Rp.350 dibanding Aqua Rp.75.
Keputusan menaikan harga menyentuh harga pasarannya malah bagus. Kepercayaan masyarakat malah meningkat. Aneh memang. Keputusan Desember 1977, menaikan harga tiga kali lipat, malah membuat pendapatan meningkat bahkan grafiknya makin naik.
Pasarnya menyebar sampai ekspatriat Jepang. Pada 1970- an, Aqua dibeli orang lokal, dan pada tahun 1980 -an, Aqua telah membukukan untung bahkan penjualan diatas ekspatriat. Ini sejalan dengan mulai memburuknya kualitas air Ibu Kota.
Era 1975, kebutuhan air minum rumah tangga meningkat, maka Aqua menyuguhkan konsep air galon pertama kalinya. Belum punya galon tetapi memakai tabung mirip es putar. Air pun dikirimkan lewat truk air langsung ke pelanggan buat isi ulang.
Tabung air dingin tersebut sempat mengalami kendala. Yakni salah satunya tabung yang dipasang di Citibank dikrumuni semut. Maka Aqua berinisiatif mengganti bukan plastik tapi kaca. Dulu belum ada tabung plastik, tetapi ada tabung kaca bekas cuka yang tutupnya cari sendiri.
Willy mengingat mereka membersihkan tabung kaca sendiri. Manual mereka pakai air panas buat mengocok tabung sampai bersih. Mereka membeli tabung cuka bekas di pasar loak. Willy dan kawan berkeliling sampai ke pasar Glodok Lama.
Ternyata mengerjakan galon gelas sangat sulit dicuci. Willy mengenang dirinya pernah mengantar 200 galon kaca ke Cilegon, sekarang Provinsi Banten. Dan ternyata, air sebanyak itu malah akan digunakan buat mengisi kolam renang.
Di tahun 1980, Aqua beralih galon plastik walau merelakan impor dari luar negeri. Hingga di tahun 1984, perusahaan memilih memproduksi galon plastik sendiri di Bekasi, dan merupakan satu- satunya perusahaan galon air. Persaiangan pertama datang ketika PT. Santa Rosa Indonesia pada 1984.
Walau sekarang sudah banyak merek pesaing Aqua berjaya. Pada tahun 2014, Aqua memproduksi 11 miliar liter air yang merupakan merek terbesar diantara milik Danone, dimana perusahaan Prancis tersebut menguasai mayoritas saham sejak 2011.
Aqua
menjadi satu- satunya produsen memenuhi kebutuhan pasar. Mereka
ditunjuk menjadi penyedia air minum kelas menengah atas, baik dari rumah
tangga, perkantoran dan restoran. Pada 1981, Aqua telah memiliki
kemasan plastik sendiri aneka bentuk dan ukuran.
Tetapi
mereka masih memakai bahan tidak ramah lingkungan PVC. Sejalannya waktu
memakai bahan plastik PET. Aneka kemasan plastik dan ukuran membuat
rantai distribusi lebih mudah. Plastik juga membantu Aqua menyesuaikan
harga lebih baik.
Pabrik
Aqua menjadi satu- satunya penyedia produksi in line. Dari pemrosesan
air sampai kemasan dilakukan bersama di Mekarsari. Begitu pula
mengembangkan proses isi ulang, pembersihan botol dilakukan sendiri, dan
ujungnya produksi menjadi higenis.
“Dulu
bukan main sulitnya. Dikasih saja orang tidak mau. Untuk apa minum air
mentah,” ucap Willy, menceritakan kenapa pengusaha Tirto Utomo dianggap
gila.
Orang
masih kepikiran prosesnya layaknya memasukan air keran. Aqua menurut
mereka tinggal stel air keran ke dalam botol. Padahal banyak tantangan
mulai dari menciptakan air terbaik. Memastikan kemasan terbaik dan
menyampaikannya ke konsumen.
Sejarah Aqua
Dibesarkan orang tua yang pengusaha susu sapi, pedagang, dan peternak, Tirto merupakan anak biasa kelahiran Wonosobo, 8 Maret 1930, Jawa Tengah. Dalam biografi Tirto Utomo, ketika masih anak harus berangkat sekolah jauh ke Magelang atau 60 km, karena di Wonosobo tak ada SMP.
Perjalanan sekolah ditempuhnya memakai sepeda. Ketika SMA, Tirto masuk ke HBS atau setingkat SMA di jaman Hindia Belanda di Semarang kemudian Malang. Masa remajanya dihabiskan di Malang dan betemu Lisa atau Kienke (Kwee Gwat Kien), yang kelak jadi istrinya.
Tirto habiskan waktu kuliah dengan menjadi wartawan Jawa Pos. Ia dikhusukan memberitakan berita dari peradilan. Kemudian Tirto pindah ke Jakarta, dirinya bekerja buat Majalah Sin Podan dan Majalah Pantja Warna.
Tahun 1995, dia yang sudah menikah diperhentikan redaksi Mahalah Sin Po. Dia kehilangan sumber pendapatan. Maka istrinya Lisa membantu kebutuhan keluarga lewat bekerja. Lisa menjadi pengajar dan membuka katering.
Tirto lantas ikut membantu istrinya bukan bekerja. Kedaan tersebut berlangsung sampai Tirto lulus dari Universitas Indonesia. Tirto merupakan Sarjana Hukum UI. Hingga Oktober 1960, berbekal ijasah hukumnya, Tirto Utomo mendapat pekerjaan di Pertamina itu.
Kemampuan Tirto diakui sampai menjadi Deputy Head Legal and Foreign Marketing. Alhasil dia banyak bekerja keluar negeri. Berkat keluar negeri pandangnya sangat luas. Puncaknya, ketika dia memilih berhenti bekerja dan menjadi pengusaha.
Usut- punya usut bahwa Aqua bukanlah usaha tunggal. Tirto juga merupakan pemilik PT. Baja Putih dan Restoran Oasis. Namun ia nampaknya lebih bersemangat membangun Aqua. Tirto merupakan sosok murah senyum, ramah, cerdas, dan berpenampilan sederhana.
Aqua yang sukses membangun kemasan makin moncer. Mereka sampai melayani pengiriman keluar negeri. Aqua sudah ekspor sampai Singapura, Malaysia, Australia, Maldives, Fuji, Timur Tengah, dan Afrika.
Pada tahun 1998, usahanya ketat dan muncul persaingan- persaingan baru. Lisa Tirto, merupakan putri Almarhum Tirto Utomo, pemilik Aqua Golden Missisipi memilih melepaskan saham. Lisa menjual saham mayoritasnya kepada Danone pada 4 September 1998.
Ini dianggap keputusan tepat olah pengamat buat pengembangan. Mereka anggap Aqua tidak akan selamat menghadapi pesaing baru. Berkat Danone maka kualitas Aqua menjadi meningkat. Mereka sudah memiliki pengalaman menangani perusahaan AMDK.
Tahun 2000, ketika pergantian milenia, mereka mengeluarkan produk Danone- Aqua. Dan sampai sekarang perusahaan Aqua menjadi terbesar se- Indonesia. Mereka merupakan produsen air minum tertua sekaligus terbesar.
Nama Tirto Utomo mendapat penghargaan Hall of Fame Pencetus Air Minum Kemasan. Menurut survei Zenith International, bahwa Aqua menjadi produsen air minum terbesar se- Asia Pasific, dan menjadi nomor dua sedunia.

, Terimakasih telah mengunjungi Biodataviral.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Terviral.id, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.