![]() |
|
Udo Z. Karzi |
DALAM khazanah seni-budaya, sesungguhnya Lampung yang berakar Melayu, memiliki tradisi (sastra) lisan yang kaya dan potensial. A.Effendi Sanusi (2001) membagi sastra lisan Lampung menjadi lima jenis: Peribahasa (sesikun/sekiman), teka-teki (seganing/teteduhan), mantra (memmang), puisi, dan cerita rakyat. Puisi Lampung berupa paradinei, pepaccur/wawancan, pantun/segata/adi-adi, bebandung, dan ringget/pisaan/wayak.
Inilah kekayaan terpendam di tanah Sang Bumi Ruwa Jurai. Sebagaimana dikatakan Ajip Rosidi (1995), Indonesia sangat kaya dengan tradisi lisan yang kesemuanya lahir dalam bahasa-bahasa daerah yang jumlahnya ratusan. Dalam bahasa Indonesia, tradisi demikian boleh dikatakan belum berkembang, mengingat umur bahasa Indonesia yang belum satu abad.
Adalah seorang Udo Z. Karzi, yang dalam gempita polemik kebudayaan (sastra) berbahasa Lampung lima tahun terakhir tetap concern. Dalam polemik tersebut, Udo Zul, begitu dia biasa disapa, merasa keterpanggilannya untuk lebih jauh dapat berperan dalam “pembudayaan” berbahasa Lampung. Momentum, sebuah kumpulan sajak dwibahasa Lampung-Indonesia yang diterbit Dinas Pendidikan Lampung tahun 2002, merupakan wujud konkret kepedulian Udo Z. Karzi.
Antologi Momentum ini dinilai sangat penting dalam kerangka perjalanan sastra (berbahasa) Lampung yang hidup segan mati tak mau. “Ada sesuatu yang telah menjadi biasa yang didobrak Udo Z. Karzi. Sesuatu itu, antara lain, tradisi. Dari segi bentuk, puisi-puisi Udo Z. Karzi memang telah membebaskan diri dari tradisi puisi (tradisional) Lampung,” tulis Kuswinarto (2003) dalam sebuah esainya.
Sebagaimana puisi-puisi tradisional pada bahasa lain, puisi tradisional berbahasa Lampung sangat ketat dalam hal bentuk: bait, larik, dan rima. Bahkan, untuk puisi seperti pattun dan talibun, keketatan itu juga dalam hal pesan: ada bagian sampiran, ada pula bagian isi. Ke-25 puisi Udo Z. Karzi dalam antologi Momentum ini, menurut Kuswinarto, berbeda sama sekali dengan puisi Lampung yang umum dikenal itu.
Masih menurut Kuswinarto, sastra Lampung tentu akan berterima kasih kepada Udo Z. Karzi dan semua pihak yang memungkinkan hadirnya antologi ini. Dengan hadirnya buku puisi ini — sebagaimana sastra daerah lain seperti Melayu, Jawa, Sunda, dan Bali — sastra Lampung kini telah memiliki sastra (puisi) modern (berbahasa) Lampung. Dengan alasan itu, Kuswinarto menjuluki Udo Z. Karzi “Bapak Puisi Modern (Berbahasa) Lampung”.
Udo Z. Karzi termasuk tokoh yang bersikeras bahwa bahasa Lampung sangat penting bagi keberadaan kebudayaan Lampung. Baginya, “Tidak usah kita bicarakan bagaimana kebudayaan Lampung telah disempitartikan menjadi kesenian atau adat-istiadat Lampung. Tidak perlu pula kita bicarakan apa keterkaitan antara bahasa, sastra, dan kebudayaan. Jelas sudah, bahasa menunjukkan bangsa! Dengan begitu, jika bahasa Lampung punah, kebudayaan Lampung ya tamat. Sementara itu, sastra Lampung mustahil hidup dan berkembang kalau bahasa Lampung tidak dikenal. Bagaimana bisa memahami sastra Lampung jika bahasa Lampung yang paling dasar pun kita tidak tahu. Soalnya, bahan baku sastra adalah bahasa. Bahan baku sastra Lampung ya bahasa Lampung.”
Maka, pilihan lelaki kelahiran Liwa, 12 Juni 1970 ini, berkarya dengan menggunakan bahasa Lampung diwujudkan dengan melahirkan karyanya yang kedua, kumpulan sajak Lampung Mak Dawah Mak Dibingi (BE Press, Bandar Lampung, 2007). Sebuah karya yang kemudian mendapatkan ganjaran Hadiah Sastra Rancage 2008.
Geliat pemilik nama asli Zulkarnain Zubairi dalam dunia kesastrawanan telah ditekuni seiring profesinya sebagai jurnalis sejak tahun 1995 hingga sekarang. Latar belakang pendidikannya yang lulusan Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung 1996 bukan tidak terpakai. Dalam karya-karya sastranya, daya berontak atas kejadian dan peristiwa politik yang tidak sehat selalu masuk. Meskipun, hanya berakhir pada kata-kata tidak bermakna untuk menembus dan memengaruhi kebijakan.
Beberapa kali memenangkan lomba penulisan puisi dan esai, juara Kedua Sayembara Menulis Puisi Narasi Wisata-Budaya Festival Krakatau IX yang diselenggarakan Dewan Kesenian Lampung untuk sajaknya Bagaimana Mungkin Aku Lupa (1999).
Itulah Udo Z. Karzi yang membawa pembaruan dalam pembangan perpuisian (berbahasa) Lampung. Sebelum ini, kalau orang bicara sastra (berbahasa) Lampung, maka yang segera disodorkan adalah bentuk-bentuk sastra tradisi Lampung yang karena masih tradisi, biasanya dituturkan secara lisan secara turun-temurun. Sastra tradisi lisan Lampung dengan begitu menjadi milik kolektif sebuah komunitas, katakanlah masyarakat adat Lampung di tempat-tempat tertentu. Biasanya juga sastra tradisi ini sering melekat dalam berbagai upacara adat Lampung.
Sastra lisan Lampung merupakan milik kolektif etnik Lampung. Sastra ini banyak tersebar di masyarakat dan menjadi bagian yang sangat penting dari kekayaan budaya etnik Lampung. Akan tetapi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa sastra lisan itu kini mulai menampakkan gejala kepunahan.
Udo Z. Karzi menyemai harapan ke depan bahasa Lampung tetap eksis, berkembang, dan mampu menjadi bahasa kreasi bagi penuturnya. Dia yakin bisa asal ada upaya yang sungguh-sungguh untuk menjaga, melestarikan, memberdayagunakan, dan membuat bahasa Lampung lebih bergengsi. Sastra lisan dan sastra tulisan harus mulai berjalan seiring agar sastra Lampung berkembang lebih dinamis.
“Saya sangat berharap setelah Hadiah Sastera Rancage 2008 diberikan kepada sastra Lampung, kehidupan sastra berbahasa Lampung semakin bertambah dinamis. Paling tidak, ada semacam kebangkitan sastra berbahasa Lampung seiring dengan tumbuhnya ‘kepercayaan diri’ penutur bahasa Lampung bahwa ternyata bahasa Lampung bisa bergaya, bahasa Lampung bisa berdaya, dan bahasa Lampung bisa modern. Bahwa bahasa Lampung bisa menjadi media ekspresi imajinatif-kreatif, sehingga bisa melahirkan karya sastra sebagaimana bahasa-sastra Sunda, Jawa, dan Bali,” kata Udo.
Rasanya tidak muluk-muluk impian Udo Z. Karzi, jika pemerintah dan keterlibatan masyarakat senantiasa khidmat pada upaya penyelamatan yang memang segera dilaksanakan. n
BIODATA
• Nama: Zulkarnain Zubairi
• Nama pena: Udo Z. Karzi
• Lahir: Liwa, 12 Juni 1970
• Pekerjaan: Jurnalis
• Agama: Islam
• Alamat: Jalan Pangeran Antasari No. 40 Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah
• Istri: Reni Permatasari, S.Pd.
• Anak:
– Muhammad Aidil Affandy Liwa
– Raihan Herza Muzakki Liwa
• Pendidikan:
– Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Liwa, Lampung Barat, 1983
– SMP Negeri 1 Liwa, Lampung Barat, 1986
– SMA Negeri 2 Tanjungkarang, Bandar Lampung, 1989
– Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung, 1996
• Pendidikan tambahan:
– D-2 Akuntansi (1989–1990)
– In House Training Jurnalistik Surat Kabar Mahasiswa Teknokra (1991)
– Traning for Trainer Serikat Pekerja Aliansi Jurnalis Independen (2004)
• Karya:
– Momentum (kumpulan sajak dwibahasa Lampung-Indonesia, 2002)
– Etos Kita, Moralitas Kaum Intelektual (editor, 2002)
– Mak Dawah Mak Dibingi (kumpulan sajak Lampung, 2007)
– Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa (editor bersama Budisantoso Budiman, 2010)
• Penghargaan:
– Hadiah Sastra Rancage 2008 untuk buku puisinya Mak Dawah Mak Dibingi (2007)
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 392-394

, Terimakasih telah mengunjungi Biodataviral.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Terviral.id, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.