
JEJAK sastra modern Lampung mencatat Iswadi Pratama sebagai salah satu penyair yang lahir dari Kampus Hijau, Unila, era 90-an. Proses kreatif Iswadi tumbuh bersama dua penyair seangkatan, Ahmad Yulden Erwin dan Panji Utama. Mereka sama-sama kuliah di Kampus Hijau.
Proses kreatif Iswadi berkembang dalam kebebasan kampus. Gairah estetis terus mengarahkan ia mempraksiskan seni dalam kegiatan bersama. Dari sini, enam tahun bergulat dengan tradisi kampus (1990–1996), Iswadi mendirikan Teater Kurusetra dan aktif membina Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS).
Pergumulan bersama Erwin dan Panji–juga penyair seangkatan–meninggalkan pijakan estetis pada Iswadi. Lewat media kampus, SKM Teknokra, Iswadi dan dua penyair muda itu menerbitkan antologi puisi Daun-Daun Jatuh, Tunas-Tunas Tumbuh (1995). Antologi yang menandakan kelahiran sastrawan muda Lampung itu terbit setahun sebelum Iswadi meraih sarjana sosial.
Pergumulan kesadaran dan pencarian estetika bersama Erwin dan Panji kemudian memunculkan sebutan “three musketeers“. Sebutan itu jadi penanda jejak Iswadi bersama Erwin dan Panji yang menggairahkan sastra modern di provinsi ini, waktu itu.
Sejarah juga mencatat, dari tiga sastrawan muda itu tinggal Iswadi yang terus berkarya dan aktif menghidupkan sastra modern di Lampung. Kini, jika suatu waktu Anda ke Bandar Lampung, singgahlah ke Taman Budaya Lampung di Jalan Cut Nyak Dien, Tanjungkarang. Datanglah bakda zuhur. Di sana, Anda akan bertemu salah satu sastrawan Lampung: Iswadi Pratama. Ya, sejak menyelesaikan studi di FISIP Unila, penyair kelahiran Tanjungkarang, 8 April 1971 ini menjadikan Taman Budaya Lampung tempat berkreasi dan penyebaran estetika berkesenian.
Di taman budaya jugalah Iswadi terus menghidupkan kesenian bersama Teater Satu, komunitas teater yang dibentuk 18 Oktober 1996 bersama Imas Sobariah, alumnus Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung yang kini jadi istrinya.
Bersama Teater Satu
Iswadi membangun visi berkesenian bersama Teater Satu. “Komunitas ini menjadi wadah berkreasi. Di sini, bersama Teater Satu, kami mencari, mendiskusikan, dan merumuskan estetika berkarya. Semua karya sastra kami bicarakan, tidak hanya teater,” ujar Iswadi kepada Lampung Post medio Juli lalu di kediamannya, kawasan Beringinraya, Bandar Lampung.
Visi berkeseniannya jelas. Iswadi ingin membangun sebuah organisasi seni budaya yang profesional di bidang seni pertunjukan dan memiliki kualitas yang diakui di Sumatera, nasional, maupun internasional. Tidak hanya itu, “Seni juga harus menjalankan peran-peran sosio-kultural, yang memperjuangkan dan membantu setiap orang meraih kewajaran hidup,” ujarnya.
Dari sini, Iswadi bersama komunitas Teater Satu merumuskan misi berkesenian dalam wujud aksi baik yang dikemas program pengembangan sumber daya manusia di bidang seni pertunjukan maupun program-program edukatif bidang seni budaya. Secara kontinu, Iswadi bersama Teater Satu menjalankan pelatihan dan penciptaan seni pertunjukan.
Visi-misi berkesenian yang dibangun bersama Teater Satu itu juga yang menggerakkan Iswadi membentuk Forum Teater Halaman, yang menjadi wahana sanggar-sanggar teater SMA di Bandar Lampung. Forum Teater Halaman menjadi medium pembelajaran teater bagi siswa SMA.
Forum Teater Halaman kemudian mengilhami Festival Teater Pelajar Lampung, kerja sama Taman Budaya Lampung dan Teater Satu. Festival tetaer dikemas dalam tajuk Liga Teater SMA se-Lampung. Dari sinilah lahir aktor dan aktris teater modern Lampung seperti Reni Martini, Ruth Marini, Hamidah, Liza Mutiara, Dodi Firmansyah, Budi Laksana, dan Hendri Rosevelt.
Selain Liga Teater, Iswadi bersama Teater Satu-nya juga menjalani kegiatan lain seperti program sastra siswa, apresiasi sastra-teater, workshop, serta menggalang kerja sama dengan lembaga dan komunitas sastra di tingkat nasional maupun internasional.
Iswadi dua kali mendapat hibah seni dari Yayasan Kelola, Solo tahun 2002 dan 2004. Dari sini, Teater Satu pentas keliling di sejumlah kota di Indonesia.
Naskah puisinya berjudul Nostalgia Sebuah Kota yang digarap menjadi teater dengan judul sama meraih peringkat ketiga GKJ Award 2003. Garapan Iswadi ini juga jadi naskah terbaik I.
Jejak Iswadi di teater bukan hanya panjang, melainkan juga mendalam. Sebagai direktur artistik Teater Satu, Iswadi menulis naskah antara lain Ruang Sekarat, Aljabar, Rampok, Ikhau, Nak, Menunggu Saat Makan, dan Dongeng tentang Air–selain menyutradarai naskah-naskah teater modern.
Kepenyairan Iswadi memang menyatu dengan teater. Bagi Iswadi, teater adalah refleksi hidup. Begitu juga puisi. Maka, tak heran jika berbincang dengan Iswadi selalu ada kejutan. Kalimatnya hidup, serasa dijelmakan dari kata-kata terpilih.
Ia mengomunikasikan sesuatu yang saru, sindiran atau sarkasme sekalipun dengan kata-kata santun dan kalimat berima. Ia membahasakan “falsafah hidup” lewat diksi-diksi puitis yang melekat dengan ingatan lampau semisal “ibu”, “bapak”, “kebun”, “garam”, “rumah”, dan “halaman”.
“Sebagai seniman, saya harus fokus. Seni butuh konsentrasi tetapi bukan seserius seperti yang mungkin Anda bayangkan. Sesungguhnya setiap gerak kita, bicara kita, bahkan kerling mata kita adalah teater. Ya, hidup kita adalah seni,” kata pengurus Dewan Kesenian Lampung ini.
Ke depan, ada yang ingin dilihatnya: “Saya ingin tradisi ilmiah tumbuh di Lampung. Saya berharap sastra jadi perangsang tradisi itu.” Dari kredo itu, suatu ketika Iswadi memimpikan komunitas-komunitas seni subur di Lampung. Komunitas seni, bersastra, yang berkarya dalam kesadaran ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Hingga, sastra pun hadir sebagai teks yang mencerahkan, yang mengandung spiritualitas hidup. “Saya ingin Lampung jadi barometer sastra di Tanah Air. Suatu ketika, bicara sastra sama artinya bicara Lampung,” ujarnya. n
BIODATA
Nama: Iswadi Pratama
Lahir: Tanjungkarang, 8 April 1971
Agama: Islam
Alamat: Perum Asabri, Jalan Beringin IV No 17, Langkapura, Bandar Lampung. Telepon (0721) 273330
Pendidikan
1. 1978–1984: SD di Bandar Lampung
2. 1984–1987: SMPN 4 Bandar Lampung
3. 1987–1990: SMAN 7 Bandar Lampung
4. 1990–1996: FISIP Unila
Buku puisi tunggalnya: Gema Secuil Batu (2008).
Karya-karya puisi dan cerpennya dimuat juga dalam antologi bersama: Gelang Semesta (1987), Belajar Mencintai Tuhan (1992), Daun-Daun Jatuh, Tunas-Tunas Tumbuh (1995), Refleksi Setengah Abad Indonesia (1995), Antologi Cerpen dari Lampung (1996), Cetik (1996), Mimbar Penyair Abad 21 (1996), Gerimis dalam Lain Versi (2005), Hijau Kelon (2002), Puisi 2002 (2002), Dari Seberang Cuaca (2004), Living Together (2005), dan Cakrawala Sastra (2005).
Naskah Teater
Ruang Sekarat, Aljabar, Si Tamba, Rampok, Ikhaw, Nak, Menunggu Saat Makan,Dongeng tentang Air, Nostalgia Sebuah Kota, Wanita Pilihan, dan Aruk Gugat
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 401-404.

, Terimakasih telah mengunjungi Biodataviral.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Terviral.id, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.