Biodata

Dyah Merta (1978-…): Memecah Kebuntuan Novel di Lampung

NOVEL terbilang genre sastra yang tak tersentuh sastrawan Lampung. Sejak sastra modern bergeliat di provinsi ini, karya-karya sastrawan Lampung terkonsentrasi pada puisi, cerpen, dan teater. Kondisi ini yang mendorong Maman S. Mahayana, dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, September 2007 lalu, berani menyatakan perkembangan novel di Sumatera dan Tanah Air tanpa keterlibatan penulis Lampung.

Kehadiran Dyah Merta, wanita kelahiran Ponorogo, Jawa Timur, 21 Juli 1978, yang kuliah di FKIP Unila angkatan 1999 seperti memecah sepinya penulisan novel di Lampung. Tahun lalu, melalui penerbit Koekoesan, Jakarta, Dyah menerbitkan novel keduanya berjudul Peri Kecil di Sungai Nipah. Novel pertama, Pinissi; Petualangan Orang-Orang Setinggi Lutut, terbit lebih dahulu tahun 2005. Novel yang muncul ketika marak karya-karya petualangan itu diterbitkan penerbit Liliput, Yogyakarta.

Dyah Merta lahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, yaitu Edy Susilo (kakak) dan Yeni Puspitasari (adik) dari pasangan Agus Moelyono-Suyati Kasanpuro. Ia lahir dan tumbuh di desa kecil Tugurejo di sudut timur laut Kota Ponorogo. Di bawah kaki Gunung Ijo.

Sejak kecil ia gemar membaca. Mulanya menulis hanya karena tugas sekolah dari guru atau mengikuti lomba menulis setiap 17-an.

Setelah beranjak remaja, saat kelas 1 SMA, Dyah mengikuti lomba menulis cerpen tingkat SMA se-Jawa Timur tahun 1994. Ia meraih juara I. Guru-gurunya merekomendasikannya menulis cerpen di majalah remaja, kala itu. Tapi, Dyah enggan karena cerpen remaja tidak sesuai dengan minatnya. Ia pun hijrah dari Ponorogo ke Lampung pada akhir 1998.

Di Lampung, bakat menulisnya terasah sejak bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Unila. Setelah menonton teater di Taman Budaya Lampung, gadis yang pernah kuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Unila angkatan 1999 ini langsung terangsang menulis cerpen. Cerpen itu ia tunjukkan kepada Ari Pahala Hutabarat, penyair yang jadi seniornya di UKMBS. Karyanya dapat apresiasi.

Tidak lama kemudian, cerpennya berjudul Tirta terbit di Lampung Post. Dyah terus berproses hingga cerpen-cerpennya menghiasi media kampus, daerah, dan nasional. Media yang pernah memuat karyanya antara lain majalan kampus Teknokra (Unila), Trans Sumatera, Republika, Media Indonesia, dan Koran Tempo. Karyanya juga dipublikasikan Jurnal Perempuan dan Jurnal Tjipta Dewan Kesenian Jakarta hingga ke berbagai antologi bersama.

Cerpen Perempuan dan Sebatang Pohon memenangi juara II di Lomba Cipta Cerpen Direktorat Kepemudaan dan CWI Jakarta 2003. Cerpen Batu Ibu memenangi juara III Lomba Cipta Cerpen Lampung Post 2004.

Dyah kini berkembang menjadi penulis novel. Kini, ia tengah merampungkan novel Warung Abang dan menulis satu novel berbasis data sejarah Lampung (kini dalam tahap pengumpulan data dan bahan).

“Jika tidak ada halangan, Warung Abang selesai akhir tahun ini. Ya, beginilah saya. Yang pasti, menulis bisa menjadi profesi. Ini sesuatu yang menyenangkan,” ujarnya.

Bersama sahabatnya, koreografer Yensi Marsita (kini tinggal di Jakarta), Dyah menggagas ide tari Nano S. yang berawal dari salah satu cerpennya, Keranda Ibu.

Kini, anak kedua dari tiga bersaudara ini menetap di Yogyakarta ini tengah mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan sejarah perkebunan tebu, mulai tahun 1800-an. “Mempelajari sejarah ternyata menyenangkan. Saya ingin menulis novel dengan latar sejarah seperti ini,” ujar Dyah.

Ia juga mengoleksi bahan sejarah Lampung dibantu sahabatnya, M. Harya Ramdhoni Julizarsyah, mengenai Kerajaan Sekala Brak. Harapannya, bila data sudah cukup memungkinkan, ia akan menyusunnya dalam bentuk prosa.

Di Yogya, Dyah sepenuhnya menggantungkan hidup pada menulis, sambil membantu mengelola penerbitan indie Aneuk Mulieng Publishing (penerbit dari Aceh) dan menjadi manajer Toko Buku Dokarim Banda Aceh. Ia juga bekerja sebagai editor di penerbit Liliput (penerbit yang fokus menerbitkan buku anak).

Selain itu, Dyah banyak membantu kerja budaya dengan jaringan wilayah di Banda Aceh, baik dengan LSM ataupun komunitas keseniannya. Oktober mendatang, Dyah akan mengikuti Ubud Writers Festival, ajang pertemuan penulis internasional di Ubud, Bali.

Kini Dyah bisa tinggal di mana pun karena pilihan pekerjaannya sebagai penulis memungkinkan ia menulis di wilayah mana saja. Namun, satu hal yang mengikatnya pada satu wilayah adalah karena manusia dan budayanya. Salah satunya Lampung. Kini Yogya dan Aceh. Masa lalunya di Ponorogo. Dan nanti entah ke mana lagi. n

BIODATA

Nama: Dyah Merta
Lahir: Ponorogo, Jawa Timur, 21 Juli 1978
Alamat di Lampung: Negeri Agung, Talang Padang, Tanggamus
Nomor telepon seluler: 0817 545 2077
E-mail: dyah_merta@yahoo.com
Ayah: Agus Moelyono
Ibu: Suyati Kasanpuro

Pendidikan
– SDN 441, Tugurejo, Ponorogo
– MTs Al-Islam, Joresan, Mlarak, Ponorogo
– MA Al-Islam, Joresan, Mlarak, Ponorogo
– FKIP Bahasa Sastra Indonesia angkatan 1999 Unila (tidak selesai)

Cerpen
Tergabung dalam antologi Yang Dibalut Lumut (Jakarta CWI, 2003), Jika Cinta (Senayan Abadi, 2004), Mencintaimu (Logung Pustaka, 2004), Sayap Jibril (Republika, 2005), Sex, Machine & Love (AKY, 2005), Hetaira; Aku Mencintai Sepasang Kaki Karena Kelaminku Perempuan (Orakel, Yogyakarta 2005)

Novel
Peri Kecil di Sungai Nipah (Koekoesan, Jakarta 2007) dan Pinissi; Petualangan Orang-Orang Setinggi Lutut (Liliput, Yogyakarta 2005)

Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post.Hlm. 414-416.


, Terimakasih telah mengunjungi Biodataviral.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Terviral.id, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top