Biodata

Bustanul Arifin (1963-…): Membangun Peradaban dari Ekonomi Pertanian

TENTU banyak yang meragukan bagaimana mungkin ilmu ekonomi pertanian dapat membangun peradaban. Bustanul Arifin menjawab keraguan itu dengan menjadikannya sebagai tema orasi ilmiah pada pengukuhannya sebagai guru besar tetap Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada 20 Februari 2006.

Tema ini tergolong unik. Unik, sebab ia memosisikan ekonomi pertanian sebagai unsur terpenting untuk membangun peradaban yang lebih baik, sesuatu yang belum pernah diangkat para ahli sebelumnya. Inti pidatonya adalah ekonomi pertanian memberi sumbangan besar dalam peningkatan keberadaban manusia, minimal dari perumusan kebijakan. Civil society sangat dekat dengan civilize atau masyarakat beradab. “Nah, di situ saya uraikan sejarah perkembangan ilmu ekonomi pertanian, bagaimana Indonesia berhasil dalam pembangunan pertanian, tetapi kini mundur lagi,” kata dia.

Ia percaya mundurnya peradaban berhubungan erat dengan mundurnya kinerja kesejahteraan sosial ekonomi. Kalau kita salah mengaplikasikan sains, salah pula mengaplikasikan ilmu pengetahuan. Pada umumnya cenderung mengarah kepada ketidakberadaban dengan segala definisinya. “Argumen saya di situ, perkembangan ilmu ekonomi pertanian ini seiring sejalan dengan pembangunan peradaban. Peradaban yang mengarah kepada keterbukaan, globalisasi, itu seiring juga bahwa kita harus mampu kompatibel, kalau tidak mampu mewarnai peradaban, paling tidak mampu kompatibel dengan perubahan peradaban,” urainya.

Sebagai bagian dari pembangunan peradaban, doktor dari University of Wisconsin-Madison, AS, itu menyebutkan ilmu ekonomi pertanian di Indonesia harus mempunyai ciri khas, yaitu peduli pada pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Sesuatu yang tidak boleh dilupakan adalah menempatkan petani sebagai subjek atau aktor sentral dalam pembangunan pertanian. “Industrialisasi tidak akan berjalan mulus apabila pendapatan petani masih rendah,” kata dia.

Bustanul Arifin menyebutkan 16 tahun pertama kepemimpinan Pak Harto Indonesia berhasil membangun ekonomi pertanian secara gemilang dengan ditandai swasembada beras. Ia melihat keberhasilan ini sebenarnya masih bisa dilanjutkan asalkan pemerintah bisa memberikan insentif yang menarik kepada petani. “Pembangunan pertanian tidak dapat dilakukan secara sambilan dan ad hoc, tetapi perlu serentak dan komprehensif karena melibatkan elemen pendukung penting seperti infrastruktur, pembiayaan, perdagangan, pemasaran, penyuluhan, pengembangan sumber daya manusia, riset dan pengembangan dan sebagainya,” kata dia.

Kendati mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri, Bustanul memiliki cita-cita sederhana tentang masa depan Indonesia. Ia hanya ingin melihat anak-cucunya kelak betah menjadi orang Indonesia. Ia tidak muluk-muluk bisa merasakannya segera sebab dibutuhkan proses panjang hingga 20 tahun ke depan. “Saat itulah kita baru bisa melihat Indonesia yang lebih baik,” ujarnya.

Bustanul mendasarkan cita-cita sederhananya pada proses siklus pertama yang sudah dilalui Indonesia. Sekarang kita sedang berada pada siklus kurva sinus yang akan menaik lebih baik lagi. Ia sangat bangga kalau bisa menjadi bagian dari upaya naik seperti itu. “Saya yakin kita masih akan bangkit,” kata Bustanul optimistis melihat masa depan Indonesia.

Memiliki cita-cita sederhana tentang Indonesia masa depan tetap tidak membuat Bustanul tertarik untuk masuk dan berada pada lingkaran dalam pengambil keputusan. Ketika rekan-rekannya di INDEF, antara lain Didik J. Rachbini dan Drajat Hari Wibowo terjun ke partai politik, Bustanul kukuh menjaga diri untuk tetap steril dari kepentingan politik praktis. “Politik tidak terlalu menarik buat saya. Mungkin di politik adalah pengelolaan konflik tingkat tinggi dan saya tidak berminat untuk itu, entah kalau lima atau sepuluh tahun lagi,” ujar dia.

Bustanul adalah pengamat ekonomi pertanian brilian yang mendasarkan pisau analisis pada kebeningan nurani. Konsisten ingin memperbaiki peradaban melalui ilmu dan kapasitas yang dimiliki. Ia juga bertekad berjuang membela petani melalui jalur akademis dan jalur profesional sebagai peneliti, konsultan, dan penulis.
Sejumlah tawaran dan iming-iming jabatan penting di pemerintahan pernah mampir kepadanya. Tetapi, dengan halus ia masih menolaknya dengan alasan sederhana. Menurut dia, membela kepentingan petani memberikan kemerdekaan tersendiri yang tak ternilai harganya.

Ia memang pria yang rendah hati dan hidup bersahaja. Rendah hati, menurut dia, tidak berarti rendah diri. Bustanul penganut ilmu padi, yang makin berisi makin merunduk. Tidak heran jika ia merasa hidupnya biasa-biasa saja tidak ada yang terlalu istimewa.

Berpuluh-puluh buku, beratus-ratus artikel, dan tidak terhitung lagi makalah tentang ekonomi pertanian, ekonomi pembangunan, pengembangan perdesaan, pemberdayaan masyarakat, otonomi daerah, dan pandangan yang agak kontroversial pada waktu itu tentang sistem ekonomi Pancasila dan lain-lain telah ditulisnya. Semua tidak sekadar memberi penceraban kepada kalangan akademik dan lingkungan kampus, tetapi kepada sebagian besar perumus kebijakan dan pelaksana pembangunan.

Sebagai pria berdarah Madura, kehidupan sekeliling Bustanul di masa kecil sangat kental dengan NU. Ia lahir sebagai anak keempat dari enam bersaudara, dan ketika ibu kandung meningal dunia ayahnya menikah lagi hingga mereka lengkap menjadi 10 bersaudara. Ayahnya yang tokoh NU dan kiai pemilik pesantren lalu menyekolahkan Bustanul ke SMP Muhammadiyah hingga ia dianggap berkhianat karena peristiwa semacam ini jarang terjadi.

Tetapi, pilihan itu rupanya memberi Bustanul pelajaran praktis berdemokrasi dan beradu argumen secara jujur. Bustanul kerap berbeda pendapat secara tajam, adu mulut hingga bertengkar dengan saudara-saudaranya yang mempertahankan tradisi asli NU, hanya karena masalah sepele. Misal perihal bagaimana salat pakai khunut, peci, celana, dan semacamnya. Ayahnya yang menyaksikan pertengkaran itu hanya tersenyum.
Pendidikan model demikian dirasakan Bustanul sebagai pelajaran demokrasi pertama beradu argumen. “Saya beruntung dengan pendidikan seperti itu; keras. Orang zaman dahulu mana ada yang tidak keras dan saya mengalaminya pasti keras,” kata Bustanul yang menganggap pasal pertama dari demokrasi adalah mendengarkan pendapat orang lain lebih dahulu, baru menawarkan pendapat sendiri. n

BIODATA

Nama: Bustanul Arifin
Tempat, tanggal lahir: Bangkalan, Madura, 27 Augustus 1963
Istri: Astuti Sariutami
Anak:
1. Muhammad Naufal Yugapradana
2. Nabila Isnandini
3. Muhammad Nawaf Tresnanda

Pendidikan Formal:
1. SD Bangkalan
2. SMP Muhammadiyah Bangkalan
3. SMAN 2 Bangkalan
4. IPB Bogor (S-1) tahun 1985
5. University of Wisconsin-Madison (S-2) tahun 1992
6. University of Wisconsin-Madison (S-3) tahun 1995
7. Diangkat sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Unila, sejak 1 September 2005

Pekerjaan:
1. Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian, Unila (2005–kini)
2. Peneliti Senior di International Center for Applied Finance and Economics (InterCafe), IPB-Bogor, (2005–kini).

Sumber: 
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 367-370


, Terimakasih telah mengunjungi Biodataviral.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Terviral.id, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top