
ANDI Nurpati cerminan perempuan-perempuan perkasa dalam puisi karya Hartoyo Andang Jaya. Perkasa yang bukan sekadar rajin mencari nafkah, melainkan juga teguh di jalan yang selalu menjadi hobinya: Berorganisasi.
Ia seperti dalam puisi itu, bak perempuan desa yang berangkat ketika matahari belum terbit dan kembali setelah sang surya tenggelam. Bahkan, ia kerap bekerja sampai menjelang subuh.
Wanita berkerudung ini salah seorang dari tiga perempuan lainnya yang menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat. Sebagai anggota KPU, ia dipercaya membidangi parpol dan daerah pemilihan. Tugasnya berakhir usai Pemilu Legislatif dan Pilpres 2009.
Jauh sebelum menjejakkan kaki di kantor KPU Pusat, Jakarta, Andi sudah malang-melintang di dunia organisasi. Merangkak dari nol, ia mencoba amanah ketua di Pengurus Ranting Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PR IPM) dan organisasi siswa intrasekolah (OSIS) sewaktu di Ujungpandang, Sulawesi Selatan (Sulsel), dalam rentang 1983–1986.
Masa kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin, Ujungpandang, Sulsel, juga tidak luput dari aktivitas itu. Ia masih berkutat di IPM sebagai pengurus daerah (PD), tepatnya di Departemen Kader kurun 1986–1988. Lalu, beranjak ke pengurus wilayah (PW) dan masih di bidang yang sama.
Tuntas di IPM tak menyudahi semangatnya. Andi melirik Komisariat Tarbiyah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Pada 1989 dia menjadi bendahara umum. Setahun berikutnya, buah hati Baharuddin dan Andi Radeniwati itu terpilih sebagai ketua Korps Immawati Pengurus Cabang (PC) IMM sampai 1991.
Tahun itu Andi dipercaya Dewan Pengurus Pusat (DPP) IMM untuk mengoordinasi Korps Immawati se-Indonesia Bagian Timur. Setelah diplot lagi sebagai ketua Korps Immawati Dewan Pengurus daerah (DPD) IMM, ia balik ke DPP dengan titel yang sama dari 1993 hingga 1995.
Saat itu Andi benar-benar hijrah ke Jakarta karena markas besar DPP IMM berada di sana. Sembari fokus menjalankan aktivitas, ia nyambi mengajar Bahasa Inggris di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Di sini kegemarannya tersalurkan, setelah lulus kuliah dari Jurusan Tadris Bahasa Inggris tahun 1992. “Waktu itu Rektornya Quraish Shihab,” ungkap warga Jalan St. Badaruddin, Susunan Baru, Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung.
Ia kenal Lampung sejak masa kuliah. Maklum, sebagai aktivis ia sering ke luar daerah. “Saya ikut kegiatan-kegiatan nasional. Ke Lampung, saya studi banding,” kata Andi. Di beberapa forum ia bertemu dengan aktivis Lampung, di antaranya Habiburahman.
Tidak ingin berlama-lama melajang, Andi menikah dengan Habiburahman pada 16 Januari 1994. Ia kemudian ikut ke kampung halaman suami, Bandar Lampung. Purnabakti dari IMM, Andi berpikir mencari pekerjaan. Mendaftarlah dia ke Kantor Wilayah Departemen Agama (Kanwil Depag) Lampung sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Dianggap memenuhi syarat, ia diterima dengan golongan III/a dan ditempatkan di Lampung Selatan (Lamsel).
Anak ketiga dari delapan bersaudara itu juga mengajar Bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiah Negeri (MTsN) Palas, Lamsel, sejak 1 Maret 1996. Pada 1 Oktober 2003, ia beralih ke Madrasah Aliah Negeri (MAN) 1 Bandar Lampung. Hingga sekarang, ia masih tercatat sebagai guru di sana dengan golongan IV/a.
Tinggal di Lampung, kegiatan organisasinya kian menjadi-jadi. Ibu tiga anak ini mengetuai Pengurus Wilayah (PW) Nasyiatul ‘Aisyiyah di awal kedatangannya. Selama dua periode di sana, 1995–2004, ia bergabung ke DPD KNPI Lampung tahun 1998.
Aktivitas rangkap di berbagai organisasi sudah biasa baginya. Ia pun senang hati melakoni tugas sebagai anggota Majelis Sumber Daya Insani PW Muhammdiyah Lampung pada 2000–2005, bendahara di Koalisi untuk Lampung Sehat (KuLS) 2010, dan sekretaris umum DPD KNPI Lampung pada 2002.
Balik lagi ke PW Muhammadiyah Lampung 2003–2005, lalu dia berkecimpung sebagai anggota Kelompok Kerja (Pokja) Akuntabilitas Public Provincial Health Project (PHP) I Dinas Kesehatan Lampung 2004-2006.
Nurvaif Chaniago yang memegang tampuk ketua umum PW Muhammadiyah Lampung 2005–2010 memercayakan Andi sebagai ketua Lembaga Hukum dan HAM. Begitu juga akademisi Handi Mulyaningsih. yang menyerahkan urusan Lembaga Politik di PW Nasyiatul ‘Asyiyah kepada wanita ini sejak 2005. Tahun itu juga, ia turut berkecimpung sebagai anggota di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Lampung.
Ingin Tahu Pola Rekrutmen
Menjadi juri dalam penyelenggaan Pemilu dilakoni Andi pada 2003. Saat itu ia terpilih menjadi anggota Panitia Pengawas (Panwas) Pemilu Lampung 2004. Tahun berikutnya, ia mengemban tugas sebagai Ketua Panwas Pilkada Bandar Lampung.
Setelah habis masa tugas, Andi mengajar kembali. Tiba suatu saat, ia membaca running text berita di televisi. “Itulah modal saya masuk KPU. Cuma lihat running text di televisi bahwa Tim Seleksi KPU Pusat sudah terbentuk,” kenangnya. “Siapa tahu masuk, ya lalu saya coba daftar.”
Kenapa Andi tertarik? Didorong rasa ingin tahu mengenai pola rekrutmen anggota KPU Pusat. “Saya mau tahu seperti apa pola rekrutmennya,” kata dia.
Melihat banyak orang-orang penting yang mendaftar, ia awalnya kurang percaya diri. Magister Pendidikan (M.Pd.) Jurusan Teknologi Pendidikan lulusan Universitas Lampung 2005 ini kemudian rajin mempelajari peraturan perundang-undangan dengan mengakses website Depdagri. Sembari itu, ia siapkan berkas-berkas persyaratan dan diantar langsung ke sekretariat panitia di kantor KPU Pusat.
Tim seleksi lalu menguji Andi. Khusus tes psikologi, ia lolos meyakinkan. “Saya kebetulan pernah kursus psikotes. Pernah juga jadi instruktur waktu berorganisasi di Unhas dulu,” tuturnya.
Beberapa kali tes, ia masuk sepuluh besar calon anggota KPU Pusat. Semasa karantina, Andi berbaur dengan tim seleksi. “Kami nggak tahu, ternyata keseharian kami itu dinilai. Dari cara bergaul, cara makan, sampai hal-hal yang kecil-kecilnya.” Andi akhirnya lulus.
Setelah dilantik, ia dan lima rekan lain mulai bekerja. Awalnya dia meminta untuk menangani bidang sosialisasi karena latar belakangnya pendidikan. Karena sudah ada anggota lain yang berprofesi dosen, ia kemudian ditempatkan di bidang yang lain.
Tidak masalah bagi Andi bertugas di bidang apa pun. Ia lebih percaya diri karena sudah punya pengalaman dan tahu seluk-beluk persoalan penyelenggaran pemilu sewaktu menjadi Panwas dahulu. “Waktu itu (Panswas) kerjanya kan kritik dan kasih masukan. Nah, sekarang gilirannya (dikritik), bisa atau tidak,” tutur dia.
Ia punya pengalaman menarik ketika pengundian nomor urut parpol peserta Pemilu 2009 digelar. Saat itu, PKB sedang kisruh. Ketua dan Sekretaris Dewan Tanfiz DPP PKB, Muhaimin Iskandar dan Yenny Wahid, menghadiri pengundian nomor urut. Muhaimin dan Yenny tidak mau mengalah, dan mengambil satu-satu undian nomor urut. Andi yang bertugas mengawal acara, tersentak kaget. “Saya minta Yenny Wahid mengembalikan undian karena undian yang diambil harus satu.”
Yenny dan Muhaimin sama-sama merasa benar dan sama-sama berhak menarik undian nomor urut PKB. Andi lalu menawarkan solusi, “Bagaimana kalau ambilnya bareng-bareng?” Yenny dan Muhaimin setuju dan terjadilah adegan itu: Mengambil nomor bareng-bareng. “Ide itu spontanitas saya,” imbuh Andi.
Perempuan Indonesia
Andi menilai Habiburahman, sang suami, sangat mendukung kariernya selama ini. “Yang penting ada job description dalam keluarga,” kata dia.
Ia juga berusaha semaksimal mungkin memberi pemahaman kepada anak-anak sejak kecil mengenai rutinitasnya. Lagi pula yang terpenting dalam mengurus anak adalah perhatian, bukan intensitas pertemuannya. Bisa dimaklumi jika menghubungi Andi pagi-pagi, antara pukul 07.00 dan 08.00, tidak akan dijawab. “Jam segitu saya nggak bisa diganggu, saya harus mengurus anak-anak sampai mereka berangkat sekolah.”
Sang suami yang masih mengajar di IAIN Raden Intan, Bandar Lampung, menemui dia dan anak-anaknya di Jakarta, beberapa pekan sekali. Ketiga buah hati mereka kini sekolah di kawasan Pejaten, Jakarta.
Di lain sisi, Andi melihat peran perempuan Indonesia dalam mewarnai berbagai bidang aktivitas kehidupan masih sangat minim. Penyebabnya, kurang motivasi dan kesiapan. Dikatakan begitu karena aturan sudah menunjang, ada syarat kuota 30% bagi perempuan. “Sekarang tinggal kemauan. Soal kemampuan bisa belakangan, yang penting kemauan dahulu,” paparnya secara gamblang.
Itu sebabnya Andi menyarankan aktivis-aktivis perempuan kampus menunjukkan eksistensi mereka. “Keluar dan jadi pemain. Jangan cuma paham teori, tapi praktek tidak ada,” kata dia lagi di ujung pembicaraan. Harapan Andi begitu besar bagi kaum perempuan. n
BIODATA
Nama: Andi Nurpati
Lahir: Macero, Sulawesi Selatan, 2 Juli 1966
Agama: Islam
Alamat: Jalan St. Badaruddin, Bandar Lampung
Ayah: Baharuddin
Ibu: Andi Radeniwati
Suami: Drs. Habiburahman
Anak: – Andi Nurfitriyani
– Andi M. Safwan Rais
– Andi Khairunnisa
Hobi: Berorganisasi
Pendidikan:
– SD Aisyiyah (Sulsel), lulus 1979
– SMP Muhammadiyah (Sulsel), lulus 1982
– SMA Muhammadiyah (Sulsel), lulus 1985
– S-1 IAIN Alauddin (Sulsel), lulus 1992
– Master Teacher Programme Teaching English as a Second Languange (TESOL), Melbourne, Australia, lulus 2000
– S-2 Unila, Jurusan Teknologi Pendidikan, lulus 2005
Karier:
– Dosen Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1993–1995
– Dosen Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), 1995–1998
– Dosen Bahasa Inggris Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan, Lampung, 1995–1997
– Guru Bahasa Inggris Madrasah Tsanawiah Negeri (MTsN) Palas, Lampung Selatan, 1996–2003
– Guru Bahasa Inggris Madrasah Aliah Negeri (MAN) 1 Bandar Lampung, 2003–sekarang
– Anggota Panitia Pengawas (Panwas) Pemilu Lampung 2003–2004
– Ketua Panwas Pilkada Bandar Lampung 2005
– Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Lampung, 2005–2006
– Anggota KPU Pusat, 2007–sekarang
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 379-382

, Terimakasih telah mengunjungi Biodataviral.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Terviral.id, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.