
Ketika Orde Baru jatuh, dan mahasiswa mengebut kuliahnya, banyak mantan aktivis kampus terjun ke politik dan bisnis. Erwin menempuh jalan lain. Bersama beberapa aktivis mahasiswa dan penggiat kesenian kampus, tahun 1999 ia membentuk Komite Anti-Korupsi (KoAK), sebuah lembaga yang terus mengaum sampai sekarang.
Sambil terus memimpin KoAK, “Cina Kebon” ini (begitu teman-temannya menyebut) aktif di beberapa pergerakan demokrasi di Lampung dan gerakan antikorupsi di Indonesia. Pada 2002–2006, kelahiran Tanjungkarang 15 Juli 1972 ini dipercaya menjadi konsulat nasional Gerakan Anti-Korupsi (Gerak) Indonesia; koalisi LSM antikorupsi di Indonesia yang membawahkan 37 organisasi antikorupsi di 18 provinsi di Indonesia.
Koordinator Bidang Ekonomi dan Politik National Integration Movement (NIM), organisasi sosial pimpinan Anand Krisna, yang mendukung upaya-upaya integrasi nasional ini, memakai kamar di rumah orang tuanya di Sukarame, Bandar Lampung, sebagai Sekretariat KoAK. Untuk merancang kegiatan, Erwin dkk. memakai garasi yang kosong.
Setahun penuh Erwin dan eks aktivis mahasiswa menyiapkan KoAK menjadi organisasi modern berbasis rakyat kecil. Menginjak tahun kedua, dukungan lembaga donor baru datang. Dengan dukungan dana CSSP, program pengorganisasian antikorupsi yang dilakukan KoAK berjalan lancar. Dalam setahun terbangunlah jaringan rakyat antikorupsi di lima kabupaten di Lampung.
Di setiap kecamatan juga terbentuk Posko Masyarakat Pemantauan Korupsi (PMPK). Para relawan PMPK itulah andalan Erwin mencegah korupsi di tingkat kecamatan. Mulai korupsi dana bantuan desa, korupsi dana Program Pengembangan Kecamatan (PPK), sampai penyelewengan bantuan beras untuk keluraga miskin (raskin). Semua jadi pantauan relawan KoAK.
Dari tahun ke tahun para relawan dan simpatisan KoAK bertambah dari puluhan menjadi ratusan orang, ribuan, dan kini mencapai puluhan ribu orang. Mereka tersebar di 75 desa dari 25 kecamatan di Kabupaten Tulangbawang, Lampung Utara, Lampung Barat, Tanggamus, Lampung Timur, dan Way Kanan.
Menurut Erwin, orang-orang desa yang menjadi aktivis gerakan antikorupsi lebih jujur dan tulus dalam bekerja. Mereka terjun ke gerakan antikorupsi karena kesadaran, bukan digerakkan motif-motif politik.
Ketika pertama kali menerima dana dari lembaga donor, Erwin menerapkan aturan ketat. Anak buahnya di KoAK menilainya bergaya direktur utama perusahaan yang serba-efisien. Erwin punya alasan. “Karena KoAK baru berdiri dan dapat dana besar, sementara staf KoAK umumnya aktivis mahasiswa dan kesenian yang tidak terbiasa disiplin,” kata dia.
“Sebagai lembaga yang diberi kepercayaan mengelola dana sampai miliaran rupiah, saya harus bisa mempertanggungjawabkannya ke pendonor. Sebagai lembaga antikorupsi, kami harus memberi contoh tidak melakukan korupsi, termasuk korupsi waktu. Hasilnya bagus. Sekarang, tanpa saya di kantor, pekerjaan beres karena semua sudah tahu tugas dan tanggung jawab masing-masing,” kata alumnus Fakultas Ekonomi Unila ini.
Selain mengorganisasi warga desa, Erwin bekerja di wilayah politik, dengan mengadvokasi APBD di tingkat provinsi dan 10 daerah tingkat dua (delapan kabupaten dan dua kota) di Lampung. Hasilnya memang belum menggembirakan. Melakukan advokasi APBD, kata Erwin, jauh lebih sulit ketimbang mengorganisasi masyarakat desa. Yang dihadapi bukannya orang-orang lugu dan tulus, melainkan politisi dengan motif-motif politik.
Karena basis KoAK di desa, kelak KoAK hanya fokus pencegahan korupsi. “Pengungkapan kasus korupsi biar ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kami membantu dan mendukung KPK saja. Toh sebagai NGO kami tidak memiliki kekuatan seperti KPK,” tambahnya.
Untuk mengubah strategi gerakan antikorupsi, KoAK membentuk Komisi Anggaran Masyarakat (KAM) di setiap desa. Dalam setahun, KoAK sudah membentuk KAM di 75 desa di 25 kecamatan di 5 kabupaten. Selama menjadi konsulat Gerak Indonesia, hampir 75 persen waktu Direktur Ekskutif Forum Semesta (Yayasan Kebudayaan dan Kesenian di Lampung 1999–2000) ini dihabiskan berkeliling Indonesia memberi materi lokakarya pemberantasan korupsi dan menjadi fasilitator.
Ketua Umum Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia (2007–2011) ini mengaku ajaran Anand Krisna tentang spiritualitas amat membantunya menjalankan tugas fasilitator dan motivator gerakan antikorupsi. Kata Anand Krisna, seseorang yang sadar secara spiritual harus berkarya demi bangsanya, bukan mencari aman sendiri dan hidup demi diri sendiri.
“Sebagai manusia spiritual kita harus tahu apa persoalan yang dihadapi bangsa. Kita harus terjun di dalamnya. Dalam berbagai kesempatan bertemu dengan relawan antikorupsi saya selalu memotivasi mereka agar menjadi orang biasa tanpa rasa takut dan harapan muluk-muluk. Hanya dengan cara itu seorang relawan antikorupsi akan bekerja tulus,” ujar alumnus SMA Negeri 2 (1990) dan SMPN 5 ini.n
BIODATA
Nama: Ahmad Yulden Erwin
Tempat, tanggal lahir: Tanjungkarang, 15 Juli 1972
Status: Menikah, 1999
Pendidikan Formal:
1. Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Lampung, 1993
2. SMA Negeri 2 Gotong Royong, Bandar Lampung, 1990
3. SMP Negeri 5 Gotong Royong, Bandar Lampung, 1987
4. SD Negeri 1 Kelurahan Surabaya, Kedaton, Bandar Lampung, 1984
Alamat Kantor
1. Komite Anti-Korupsi (KoAK) Lampung
Jalan M.H. Thamrin, No. 37, Gotong Royong, Bandar Lampung
Telepon: 0721-254570, 0721-702574
Faksimile: 0721-254570
Telepon seluler: 0815-4032135
E-mail: koaklampung@telkom.net
Alamat Rumah:
Jalaan Pahlawan II, Gang Cempaka, No. 234, Kedaton, Bandar Lampung
Telepon: 0721-787033
E-mail: yulden72@yahoo.com
Sumber:
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 405-407.

, Terimakasih telah mengunjungi Biodataviral.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Terviral.id, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.